Pagi yang cerah di awal Mei 2011, semua insan pendidikan antusias mengikuti Upacara Bendera dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Kegiatan yang dilaksanakan pada hari Senin, 2 Mei 2011 ini dipusatkan di Halaman Kantor Bupati Bantaeng. Dalam kesempatan tersebut, bertindak sebagai Pembina Upacara adalah Ketua DPRD Kabupaten Bantaeng (Hj. Novrita Langgara). Upacara berlangsung khidmat dihadiri ribuan peserta dari berbagai kalangan pendidik mulai dari tingkat pelajar TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi dan masing-masing Tenaga Pendidik serta para pejabat SKPD se-Kabupaten Bantaeng.
Hardiknas 2011 mengambil tema Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan Sub Tema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Dalam Sambutan Menteri Pendidikan Nasional yang dibacakan Hj. Novrita Langgara, pendidikan usia dini harus menjadi perhatian penuh insan pendidik dalam rangka menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka pada tahun 2045. Pendidikan harus mampu menangkal Radikalisme yang berkembang pesat saat ini. Tenaga Pendidik diharapkan berperan lebih aktif dalam memberikan pendidikan berbasis kasih sayang kepada setiap anak didiknya.
Dunia pendidikan merupakan tulang punggung terciptanya karakter Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Melalui peringatan Hardiknas, tidak sekedar untuk mengenang hari kelahiran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Perintis Pendidikan Nasional. Namun lebih merupakan sebuah momentum untuk makin memperkokoh kesadaran dan komitmen bangsa akan pentingnya pendidikan bermutu bagi masa depan bangsa.
Secara mendasar, Tim Bonthain menilai bahwa setiap peringatan di Tanah Air selalu berbuah kesuksesan yang luar biasa. Namun, tantangan terbesar sebenarnya adalah bagaimana memaknai peringatan yang telah dilaksanakan sedemikian meriahnya. Terkait dengan Hardiknas 2011, dari tahun ke tahun terjadi pergeseran nilai pendidikan. Dari satu sisi Pemerintah memberikan batasan pada tingkatan SMA (Ijazah SMA) sebagai dasar minimal dalam mencari kerja. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak tenaga kerja berbekal Ijazah SMA bahkan S1 dan seterusnya dengan kualitas yang belum tentu dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini terjadi karena kualitas pendidikan yang diperolehnya tidak sesuai dengan harapan yang pada akhirnya berbuah kualitas yang apa adanya pula bagi subyek terdidik. Sementara kebutuhan lapangan kerja akan tenaga kerja berkualitas amatlah tinggi.
Semua pihak berharap bahwa Pemerintah tidak serta merta menggenjot kuantitas tenaga kerja. Sedangkan kualitas tenaga kerja diabaikan begitu saja. Tak hanya Pemerintah, peranan tenaga terdidik itu sendiri harus menyadari akan pentingnya kualitas yang harus diraihnya. Tentunya dengan ketekunan dalam belajar, berlatih dan bereksperimen dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di sekelilingnya. Lebih jauh lagi, peranan orang tua dan tenaga pendidik pada khususnya dalam rangka menggenjot kualitas yang ditargetkan. Minimal mempertahankan prestasi/kualitas yang telah dicapai selama ini.
Berbagai hal menjadi faktor penentu peningkatan kualitas pendidikan. Tidak terlepas dari cerita UN, UAN yang selama ini hangat diperbincangkan. Apakah UN/UAN harus tetap dipertahankan sebagai penentu utama tiap kelulusan siswa di sekolah. Betapa tidak, hingga tahun 2011 UN/UAN masih saja menjadi faktor utama penentu kelulusan dengan perbandingan 60 % terhadap 40 % Nilai Mata Pelajaran sehari-hari. Sehingga anak didik masih saja dibayang-bayangi ketakutan dalam menghadapi UN/UAN. Seolah hasil jerih payahnya selama 3 tahun di bangku sekolah tidak ada nilainya sama sekali.
Sebagai insan di luar dunia pendidikan, kita tentu berharap banyak agar pendidikan ke depan lebih baik dari saat ini. Pemanfaatan sumber daya yang ada harus benar-benar diterapkan dalam lingkup dunia pendidikan. Tim Bonthain memberi satu contoh kecil :
Bagi para Blogger, mari kita berbagi segala sesuatu yang bermanfaat demi peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik dalam rangka pembentukan karakter yang berprestasi dan berbudi pekerti.
Hardiknas 2011 mengambil tema Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan Sub Tema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Dalam Sambutan Menteri Pendidikan Nasional yang dibacakan Hj. Novrita Langgara, pendidikan usia dini harus menjadi perhatian penuh insan pendidik dalam rangka menuju 100 Tahun Indonesia Merdeka pada tahun 2045. Pendidikan harus mampu menangkal Radikalisme yang berkembang pesat saat ini. Tenaga Pendidik diharapkan berperan lebih aktif dalam memberikan pendidikan berbasis kasih sayang kepada setiap anak didiknya.
Dunia pendidikan merupakan tulang punggung terciptanya karakter Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Melalui peringatan Hardiknas, tidak sekedar untuk mengenang hari kelahiran Ki Hajar Dewantara selaku Bapak Perintis Pendidikan Nasional. Namun lebih merupakan sebuah momentum untuk makin memperkokoh kesadaran dan komitmen bangsa akan pentingnya pendidikan bermutu bagi masa depan bangsa.
Secara mendasar, Tim Bonthain menilai bahwa setiap peringatan di Tanah Air selalu berbuah kesuksesan yang luar biasa. Namun, tantangan terbesar sebenarnya adalah bagaimana memaknai peringatan yang telah dilaksanakan sedemikian meriahnya. Terkait dengan Hardiknas 2011, dari tahun ke tahun terjadi pergeseran nilai pendidikan. Dari satu sisi Pemerintah memberikan batasan pada tingkatan SMA (Ijazah SMA) sebagai dasar minimal dalam mencari kerja. Di sisi lain, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak tenaga kerja berbekal Ijazah SMA bahkan S1 dan seterusnya dengan kualitas yang belum tentu dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini terjadi karena kualitas pendidikan yang diperolehnya tidak sesuai dengan harapan yang pada akhirnya berbuah kualitas yang apa adanya pula bagi subyek terdidik. Sementara kebutuhan lapangan kerja akan tenaga kerja berkualitas amatlah tinggi.
Semua pihak berharap bahwa Pemerintah tidak serta merta menggenjot kuantitas tenaga kerja. Sedangkan kualitas tenaga kerja diabaikan begitu saja. Tak hanya Pemerintah, peranan tenaga terdidik itu sendiri harus menyadari akan pentingnya kualitas yang harus diraihnya. Tentunya dengan ketekunan dalam belajar, berlatih dan bereksperimen dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada di sekelilingnya. Lebih jauh lagi, peranan orang tua dan tenaga pendidik pada khususnya dalam rangka menggenjot kualitas yang ditargetkan. Minimal mempertahankan prestasi/kualitas yang telah dicapai selama ini.
Berbagai hal menjadi faktor penentu peningkatan kualitas pendidikan. Tidak terlepas dari cerita UN, UAN yang selama ini hangat diperbincangkan. Apakah UN/UAN harus tetap dipertahankan sebagai penentu utama tiap kelulusan siswa di sekolah. Betapa tidak, hingga tahun 2011 UN/UAN masih saja menjadi faktor utama penentu kelulusan dengan perbandingan 60 % terhadap 40 % Nilai Mata Pelajaran sehari-hari. Sehingga anak didik masih saja dibayang-bayangi ketakutan dalam menghadapi UN/UAN. Seolah hasil jerih payahnya selama 3 tahun di bangku sekolah tidak ada nilainya sama sekali.
Sebagai insan di luar dunia pendidikan, kita tentu berharap banyak agar pendidikan ke depan lebih baik dari saat ini. Pemanfaatan sumber daya yang ada harus benar-benar diterapkan dalam lingkup dunia pendidikan. Tim Bonthain memberi satu contoh kecil :
- Memanfaatkan jejaring sosial yang ada khususnya yang berbau produk dalam Negeri seperti halnya Kompasiana, Kaskus, Koprol dan sebagainya. Meski tidak menutup kemungkinan dapat pula memanfaatkan Social Network yang lebih yahud seperti Blogspot, Facebook, Twitter dan sebagainya. Jejaring Sosial dan media internet secara umum dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran efektif dalam melaksanakan Proses Belajar Mengajar. Guru menyediakan e-book Gratis melalui Blog misalnya, untuk selanjutnya diunduh para siswa. Demikian halnya dengan proses diskusi, sharing maupun interaksi tugas dari guru kepada siswanya.
- Pemerintah aktif memberikan Reward kepada Guru maupun Siswa berprestasi dengan tujuan untuk memacu daya kreatifitas Guru dan Siswa lainnya.
- Pengenalan dan pembiasaan diterapkan terhadap pentingnya mengenal dan melestarikan budaya lokal. Di Bonthain misalnya, saat ini cenderung merosot pengetahuan anak akan Bahasa Makassar apalagi budaya dan sejarah Makassar itu sendiri. Hal ini terjadi karena Bahasa dan Budaya Makassar tidak lagi masuk dalam lingkup pendidikan. Kalau pun masih ada, hanya sebatas tulisan saja. Guru enggan berharap agar mencapai hasil lebih. Malah ada istilah yang berkembang di masyarakat Yang penting disalin. Ironis rasanya kalau Mata Pelajaran Bahasa Makassar tidak menjadi prioritas di Makassar. Mata pelajaran ini hanya sampai pada tingkat SD dan SMP. Sementara pada tingkatan SMA tiada lagi alias menghilang pelajaran Bahasa Makassar yang bukunya banyak ditulis oleh Djirong Basang alis Daeng Ngewa. Dan lebih parahnya lagi untuk tingkatan Strata (S1/S2) Sastera Bahasa Makassar, orang Indonesia mesti menuntut ilmu di negeri Kincir Angin (Belanda) selain di UNHAS, UNM dan beberapa Perguruan Tinggi di Makassar.
- Pengenalan dan pelatihan yang diterapkan pada siswa untuk mata pelajaran khusus mengenai budaya Batik. Indonesia merupakan pemilih paten Batik yang telah diakui oleh UNESCO. Lantas seberapa jauh batik diketahui oleh masyarakat Indonesia. Akankah Batik sekedar pengakuan saja yang dengan sendirinya beberapa tahun mendatang budaya ini tidak lagi dikenal oleh anak negeri sendiri. Wajar saja bilamana bangsa lain selalu punya niat untuk mengklaim budaya Indonesia sebagai budaya miliknya.
- Sejarah yang menurut sebagian besar kalangan saat ini semakin diburamkan. Olehnya itu, dunia pendidikan beserta semua antek-anteknya harus bertindak tegas dalam membekali anak didik demi meluruskan sejarah pada titik yang benar dan otenntik.
Bagi para Blogger, mari kita berbagi segala sesuatu yang bermanfaat demi peningkatan kualitas pendidikan yang lebih baik dalam rangka pembentukan karakter yang berprestasi dan berbudi pekerti.
2 comments:
Akan baik jika pedidikan juga mengangkat kearifan lokal dalam kurikulum.
betul sekali itu sobat, dengan sendirinya akan terjaga kelestarian budaya lokal yang kemudian tertanam pada anak didik hingga kelak
Post a Comment
Be nice. Keep it clean. Stay on topic. No spam.