Empat orang Wakil Gubernur (Wagub) bersama dua orang Bupati dan sejumlah LSM di Kamboja belajar tata kelola Sumber Daya Alam (SDA) serta Pemberdayaan Masyarakat sekaligus tentang bagaimana menghadapi tantangannya. Keempat Wagub tersebut masing-masing Wagub Propinsi KratiƩ (H.E. Khan Chamnan), Wagub Propinsi Preah (H.E. Suy Sarith), Wagub Propinsi Stung Treng (H.E. You Pasith) dan Wagub Propinsi Kampong Thom (H.E. Huon Vannith).
Sedangkan, dua orang Bupati yang turut dalam rombongan berjumlah 15 orang yang difasilitasi Oxfam Kamboja dan Indonesia tersebut berasal dari Propinsi Kampong Thom. Selama dua hari di Bantaeng, para petinggi dari negara Kamboja tersebut melihat pengelolaan Hutan Desa di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu serta layanan kesehatan berbasis dokter yakni Brigade Siaga Bencana (BSB).
Bupati Bantaeng (H. M. Nurdin Abdullah) ketika menyambut tamu negara tetangga tersebut di rumah jabatannya, (Red. : Rabu, 12 Nopember 2013) berharap tetamunya bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Bupati Bantaeng pada pertemuan yang dihadiri Ketua DPRD (Hj. Novrita Langgara), para Muspida dan Pimpinan SKPD, kemudian memperkenalkan daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar, ibukota Propinsi SulSel yang pada zaman Belanda menjadi pusat pemerintahan (Afdeling) membawahi wilayah bagian selatan Sulawesi Selatan.
Bantaeng yang berjuluk Butta Toa memiliki potensi 3 klaster yakni, Pesisir, Daratan dan Pegunungan. Daerah ini juga, dulunya tercatat sebagai salah satu daerah tertinggal di Indonesia. Namun sejak tahun 2010, masyarakat mulai bangkit sampai pada akhirnya Kementerian Daerah Tertinggal Republik Indonesia mengeluarkan dari daftar daerah tertinggal. Tidak heran bila selama ini Bantaeng tidak dilirik, namun kini sudah menjadi daerah yang hangat diperbincangkan, baik di tingkat propinsi maupun nasional.
Menurut H. M. Nurdin Abdullah, 5 tahun terakhir Bantaeng tumbuh dari sektor pertanian serta ke depan diharapkan tumbuh dari sektor industri dan menjadi daerah pertumbuhan baru di selatan-selatan Propinsi Sulawesi Selatan. Ia memberi gambaran tingkat kemiskinan pada 2008 yang mencapai 17,6% dengan angka pengangguran 13%. Namun, terjadi penurunan drastis berselang empat tahun berikutnya. Angka kemiskinan pada tahun 2012 tersisa 7,5% dan pengangguran tersisa 3,5%. “Bila industri yang masuk juga beroperasi, maka pengangguran diharapkan habis dan berbalik menjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” urainya.
Tentang konversi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian, Pemda menghadirkan Hutan Desa yang dikelola masyarakat. Melalui pola tersebut, tingkat kerusakan hutan menjadi berkurang. Di bidang kesehatan, kehadiran lembaga krisis center (BSB) yang merupakan kali pertama di Indonesia dengan pelayanan berbasis dokter, juga berhasil menekan angka kematian ibu dan bayi hingga 0%.
Wakil Gubernur Propinsi Preah (H.E. Suy Sarith) yang menjadi juru bicara mengaku sangat terkesan dengan program yang dilakukan Bupati Bantaeng. Karena itu, ia berharap setelah kunjungan ini dilanjutkan kerja sama antara kedua belah pihak agar pembelajaran ini bisa diterapkan di Kamboja. “Kami sangat kagum dan senang melihat bagaimana Bonthain bisa membalik fakta dari daerah tertinggal menjadi daerah pertumbuhan ekonomi baru. Dan perubahan besar telah dilakukan sejak tahun 2008 dengan mengubah daerah kering menjadi daerah berpemandangan indah,” terang Suy Sarith.
Selain itu, tambah Wagub Propinsi Preah, kami ingin belajar banyak bagaimana meminimalisir dampak pembangunan terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam terhadap masuknya investasi.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pertukaran cinderamata dari Bupati Bantaeng (H. M. Nurdin Abdullah) kepada Direktur Oxfam Kamboja (Sharon Tangadurai) didampingi Area Program Manager Oxfam Indonesia (Erwin Simangunsong).
Sedangkan, dua orang Bupati yang turut dalam rombongan berjumlah 15 orang yang difasilitasi Oxfam Kamboja dan Indonesia tersebut berasal dari Propinsi Kampong Thom. Selama dua hari di Bantaeng, para petinggi dari negara Kamboja tersebut melihat pengelolaan Hutan Desa di Desa Labbo Kecamatan Tompobulu serta layanan kesehatan berbasis dokter yakni Brigade Siaga Bencana (BSB).
Bupati Bantaeng (H. M. Nurdin Abdullah) ketika menyambut tamu negara tetangga tersebut di rumah jabatannya, (Red. : Rabu, 12 Nopember 2013) berharap tetamunya bisa memperoleh informasi yang dibutuhkan. Bupati Bantaeng pada pertemuan yang dihadiri Ketua DPRD (Hj. Novrita Langgara), para Muspida dan Pimpinan SKPD, kemudian memperkenalkan daerah berjarak 120 kilometer arah selatan Kota Makassar, ibukota Propinsi SulSel yang pada zaman Belanda menjadi pusat pemerintahan (Afdeling) membawahi wilayah bagian selatan Sulawesi Selatan.
Bantaeng yang berjuluk Butta Toa memiliki potensi 3 klaster yakni, Pesisir, Daratan dan Pegunungan. Daerah ini juga, dulunya tercatat sebagai salah satu daerah tertinggal di Indonesia. Namun sejak tahun 2010, masyarakat mulai bangkit sampai pada akhirnya Kementerian Daerah Tertinggal Republik Indonesia mengeluarkan dari daftar daerah tertinggal. Tidak heran bila selama ini Bantaeng tidak dilirik, namun kini sudah menjadi daerah yang hangat diperbincangkan, baik di tingkat propinsi maupun nasional.
Menurut H. M. Nurdin Abdullah, 5 tahun terakhir Bantaeng tumbuh dari sektor pertanian serta ke depan diharapkan tumbuh dari sektor industri dan menjadi daerah pertumbuhan baru di selatan-selatan Propinsi Sulawesi Selatan. Ia memberi gambaran tingkat kemiskinan pada 2008 yang mencapai 17,6% dengan angka pengangguran 13%. Namun, terjadi penurunan drastis berselang empat tahun berikutnya. Angka kemiskinan pada tahun 2012 tersisa 7,5% dan pengangguran tersisa 3,5%. “Bila industri yang masuk juga beroperasi, maka pengangguran diharapkan habis dan berbalik menjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” urainya.
Tentang konversi lahan dari hutan menjadi lahan pertanian, Pemda menghadirkan Hutan Desa yang dikelola masyarakat. Melalui pola tersebut, tingkat kerusakan hutan menjadi berkurang. Di bidang kesehatan, kehadiran lembaga krisis center (BSB) yang merupakan kali pertama di Indonesia dengan pelayanan berbasis dokter, juga berhasil menekan angka kematian ibu dan bayi hingga 0%.
Wakil Gubernur Propinsi Preah (H.E. Suy Sarith) yang menjadi juru bicara mengaku sangat terkesan dengan program yang dilakukan Bupati Bantaeng. Karena itu, ia berharap setelah kunjungan ini dilanjutkan kerja sama antara kedua belah pihak agar pembelajaran ini bisa diterapkan di Kamboja. “Kami sangat kagum dan senang melihat bagaimana Bonthain bisa membalik fakta dari daerah tertinggal menjadi daerah pertumbuhan ekonomi baru. Dan perubahan besar telah dilakukan sejak tahun 2008 dengan mengubah daerah kering menjadi daerah berpemandangan indah,” terang Suy Sarith.
Selain itu, tambah Wagub Propinsi Preah, kami ingin belajar banyak bagaimana meminimalisir dampak pembangunan terhadap pengelolaan Sumber Daya Alam terhadap masuknya investasi.
Pada kesempatan tersebut juga dilakukan pertukaran cinderamata dari Bupati Bantaeng (H. M. Nurdin Abdullah) kepada Direktur Oxfam Kamboja (Sharon Tangadurai) didampingi Area Program Manager Oxfam Indonesia (Erwin Simangunsong).
0 comments:
Post a Comment
Be nice. Keep it clean. Stay on topic. No spam.